Indeks
News  

Atap Ditutup Terpal, Genteng Berjatuhan! Rumah Warisan Arifudin Nyaris Runtuh di Cibeber

CILEGON, BANTENHUB.ID – Di sudut kecil Kota Cilegon, tepatnya di RT 01/007 Lingkungan Cikerut, Kelurahan Karang Asem, Kecamatan Cibeber, berdiri sebuah rumah tua yang nyaris tak lagi layak disebut tempat tinggal.

Rumah itu kini hanya beratapkan terpal plastik dan genteng-genteng yang mulai runtuh satu per satu.

Di situlah Arifudin (41), seorang buruh serabutan, berjuang menjalani hidup.

Siang itu, terik matahari menyelinap bebas melalui celah-celah atap yang tak utuh lagi.

Sebagian genteng sudah pecah, sebagian lainnya hilang entah kemana.

Terpal plastik biru terikat seadanya sebagai pengganti pelindung kepala.

Bukan solusi permanen, hanya sekadar penahan sementara agar hujan tak langsung membasahi lantai.

“Kalau hujan, saya enggak bisa tidur. Air masuk semua. Enggak ada yang bisa ditutupi lagi,” ucap Arifudin pelan, matanya menatap langit-langit rumah yang mulai keropos.

Tempat Tinggal atau Ancaman Nyata?

Rumah warisan kedua orangtuanya itu sebenarnya penuh kenangan.

Tapi kini, lebih banyak menghadirkan kecemasan.

Setiap kali angin kencang bertiup, Arifudin harus bersiap keluar.

Bukan karena takut gelap atau dingin, melainkan karena takut rumahnya ambruk saat ia tertidur.

Sudah lebih dari satu tahun kondisi rumah itu mengkhawatirkan.

Retakan di dinding makin lebar, kuda-kuda atap lapuk dan berderit setiap kali disentuh angin.

Ia tahu betul, rumah itu bisa saja runtuh kapan saja.

Gaji Harian Tak Cukup untuk Beli Paku, Apalagi Genteng

Bukan karena tidak ingin memperbaiki, tetapi untuk makan pun Arifudin harus mengatur napas.

Penghasilannya sebagai buruh serabutan hanya sekitar Rp30.000 hingga Rp80.000 per hari.

Semua habis untuk kebutuhan harian.

Tak ada sisa untuk membeli kayu, apalagi memperbaiki atap yang nyaris rata dengan tanah.

Dulu, ia tinggal bersama adik kandungnya di rumah itu.

Namun sang adik memilih pindah ke kontrakan karena khawatir dengan keselamatan istri dan anak-anaknya.

Kini, Arifudin tinggal sendiri, berjaga-jaga setiap malam agar nyawanya tak tertimbun puing.

Sudah Ajukan Bantuan, Tapi Belum Ada Tanda Kehidupan

Arifudin tidak tinggal diam, ia sudah mencoba mengajukan bantuan ke pemerintah setempat sekitar satu tahun lalu.

Namun, sampai sekarang, belum ada yang datang mengetuk pintunya, hanya angin malam dan suara tikus yang rutin mengisi kesepian.

“Saya hanya berharap ada yang peduli. Mau dari pemerintah, atau siapapun yang tergerak hatinya. Saya cuma ingin rumah ini bisa diperbaiki sedikit,” ucapnya lirih.

Pemerintah Kelurahan: Bantuan Terbatas, Dana Masih Menunggu

Lurah Karang Asem, Safiudin, membenarkan kondisi memprihatinkan rumah Arifudin.

Ia menyebut, dari tujuh rumah tidak layak huni di wilayahnya, baru satu yang mendapat bantuan dari Baznas Kota Cilegon.

Empat lainnya, termasuk rumah Arifudin, sudah diajukan ke Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Banten.

“Sejauh ini belum ada tindak lanjut. Kami juga belum bisa ajukan ke Dinas Perkim karena saat ini sedang efisiensi anggaran,” kata Safiudin.

Ia mengaku, pihak kelurahan bersama RT/RW mengambil inisiatif mengajukan bantuan ke lembaga zakat.

Namun semuanya masih menunggu proses. Warga seperti Arifudin, harus bersabar dalam ketidakpastian.

Satu Rumah, Seribu Harap

Di balik tembok rapuh dan genteng-genteng yang berjatuhan, tersimpan satu harapan sederhana, bisa tinggal di rumah yang aman.

Tak perlu mewah, cukup utuh untuk melindungi dari hujan dan panas.

Cukup kokoh untuk tak roboh saat angin datang tiba-tiba.

Arifudin, di tengah segala keterbatasannya, masih percaya keajaiban akan datang, entah dari siapa.

Tapi ia yakin, setiap rumah pantas mendapat harapan baru. (red)

Exit mobile version