CILEGON, BANTENHUB.ID – RPJMD Cilegon 2026-2030 dinilai kurang nendang untuk menjawab tantangan pembangunan lima tahun ke depan.
Kritik ini disampaikan Wakil Ketua Pansus RPJMD DPRD Kota Cilegon, Rahmatulloh, menanggapi isi dari RPJMD Cilegon 2026-2030.
Menurut Rahmatulloh, RPJMD seharusnya menjadi dokumen strategis yang mampu menerjemahkan visi-misi kepala daerah ke dalam program konkret dengan skema pendanaan yang inovatif.
Namun, ia menilai draf yang disusun TAPD saat ini cenderung mengulang pola RPJMD 2021–2026, tanpa terobosan berarti.
“Apa bedanya RPJMD sekarang dengan yang dulu? Hampir tidak kelihatan. Skema pendanaannya sama, pendekatannya juga itu-itu saja,” katanya.
“Padahal tantangan kita semakin kompleks, tidak bisa pakai cara lama terus,” tambah Rahmatulloh.
Ia menyebut birokrasi Pemkot Cilegon masih terlalu nyaman dengan pendekatan konvensional, bahkan terkesan tertutup dan feodalistik.
Kondisi ini, menurutnya, membuat anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sulit dimaksimalkan untuk kepentingan publik.
Draf RPJMD 2026–2030 seharusnya mampu menjabarkan 17 program unggulan pasangan Wali Kota Robinsar dan Wakil Wali Kota Fajar Hadi Prabowo yang terangkum dalam slogan Cilegon Juare.
Namun, Rahmatulloh menilai program-program itu belum dikaitkan secara tepat dengan pola pembiayaan yang kuat dan berkelanjutan.
“Sebesar apa pun programnya, kalau tidak ada skema pendanaan yang inovatif, ya realisasinya terbatas. Ini yang saya sebut kurang nendang,” katanya.
Solusi
Beberapa solusi pun ia tawarkan, pertama program pangan murah perlu diintegrasikan dengan reaktivasi pasar tradisional di tiap kecamatan untuk memperkuat distribusi dan ekonomi lokal.
Kedua, modernisasi Balai Latihan Kerja (BLK) harus disertai kolaborasi konkret dengan sektor industri agar peserta pelatihan terserap kerja.
Ketiga, program penciptaan 5.000 wirausaha baru harus dilengkapi dengan pendampingan usaha, pelatihan manajemen, dan akses pemasaran.
“Tidak cukup hanya memberi bantuan modal,” ujar Rahmatulloh.
Rahmatulloh juga menyoroti perlunya transparansi pendanaan untuk proyek-proyek besar seperti pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU), Pelabuhan Warnasari, dan kawasan industri padat karya.
Ia menegaskan bahwa dengan belanja modal Pemkot yang hanya sekitar Rp300 miliar, setiap anggaran harus disusun secara realistis dan terbuka.
“Pembangunan besar tidak akan berhasil kalau perencanaannya tertutup. Harus terbuka ke DPRD dan publik,” katanya.
Ia juga menyinggung soal program rehabilitasi rumah tidak layak huni (Rutilahu), yang menurutnya masih terlalu bergantung pada bantuan Baznas.
Dinas Sosial diminta lebih berani mengusulkan anggaran langsung dari APBD agar cakupannya bisa diperluas.
“Saya berharap dokumen RPJMD 2026–2030 dapat disempurnakan agar menjadi pedoman pembangunan yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” tegasnya. (red)
Leave a Reply