BANTENHUB.ID, LEBAK – Toni Nugraha alias Asep Bin Manta Mulyadi tak pernah menyangka langkah nekatnya mencuri justru membawanya pada pelukan keadilan yang menyentuh hati.
Berbekal niat mencari biaya pengobatan sang ibu yang menderita TB Paru dan Diabetes, Toni terpaksa mengambil uang Rp500 ribu dan sebuah handphone di warung milik Omah Binti Umar, warga Desa Rahong, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak.
Namun, alih-alih berakhir di balik jeruji besi, Toni justru mendapat kesempatan kedua.
Kejaksaan Negeri Lebak memutuskan menempuh jalur restorative justice, pendekatan hukum yang lebih mengedepankan pemulihan hubungan sosial daripada sekadar menghukum.
Toni secara terbuka mengakui perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korban.
Gayung bersambut, Omah dengan lapang hati memaafkan dan memilih menyelesaikan persoalan ini secara damai.
Proses mediasi difasilitasi oleh Jaksa Penuntut Umum bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat.
Kepala Kejaksaan Negeri Lebak, Devi Freddy Muskitta, lalu menerbitkan Surat Perintah Fasilitasi Perdamaian Restoratif dengan Nomor PRINT-224/M.6.14/Eoh.1/02/2025.
Kesepakatan damai dilangsungkan secara resmi di Rumah Restorative Justice Kejari Lebak pada 24 April 2025.
Setelah itu, proses pra-ekspose hingga ekspose virtual ke tingkat Kejaksaan Tinggi Banten dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pun dijalani.
Puncaknya, pada 6 Mei 2025, permohonan penghentian penuntutan disetujui karena telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang keadilan restoratif.
Kajari Lebak menegaskan, pendekatan ini adalah bentuk nyata wajah hukum yang tidak semata menghukum, melainkan juga memulihkan.
“Keadilan tidak selalu harus berujung pemidanaan. Dengan keadilan restoratif, kita berupaya mengembalikan hubungan sosial dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Kami berharap Toni bisa kembali menjadi bagian yang positif dari masyarakat,” ujar Devi. (Aswapi/red)