BANTENHUB.ID, CILEGON – Dugaan manipulasi data muatan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung, Kota Cilegon, yang diungkap oleh anggota DPRD Yamanan, kini mendapat sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum.
R. Oka Rahmat Sumadinata, pengamat hukum sekaligus praktisi di bidang pidana, menjelaskan bahwa tindakan pengurangan muatan dalam surat jalan berpotensi melanggar hukum pidana.
“Surat jalan adalah dokumen resmi. Jika datanya dimanipulasi, itu bisa dikategorikan sebagai pemalsuan surat dan dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP,” jelas Oka.
Ia menambahkan, pasal tersebut mengancam pelaku pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Lebih jauh, Oka melihat adanya potensi kerugian negara atau daerah dari praktik semacam ini.
Ia menegaskan, manipulasi data muatan sampah bisa berdampak pada menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya dari sektor retribusi pelayanan kebersihan.
Jika memenuhi unsur kerugian keuangan negara atau daerah, kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait siapa saja yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum, Oka menjelaskan bahwa hal ini perlu dilihat melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang cermat oleh aparat penegak hukum.
“Apakah hanya dilakukan oleh sopir truk atau melibatkan oknum pejabat, itu nanti akan terungkap dalam proses hukum. Jika terbukti ada pejabat yang terlibat, itu termasuk penyalahgunaan wewenang jabatan atau abuse of power, dan bisa dikenakan Pasal 3 UU Tipikor,” tegasnya.
Jika kasus ini tidak ditindaklanjuti oleh instansi terkait, menurut Oka, DPRD atau masyarakat memiliki hak untuk melaporkannya kepada aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, disertai alat bukti dan saksi-saksi pendukung.
Menanggapi langkah DPRD Kota Cilegon yang mewacanakan pembentukan Panitia Khusus (Pansus), Oka menyambut positif.
Ia menilai pansus bisa menjadi langkah awal dalam investigasi.
“Pansus bisa menggali fakta-fakta awal dan mengumpulkan bukti. Hasilnya nanti bisa dilimpahkan ke penegak hukum agar diproses secara hukum. Selain itu, pansus juga berperan sebagai pengawas agar kasus serupa tidak terulang kembali,” katanya.
Dari perspektif hukum tata kelola pemerintahan, Oka menegaskan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam sistem administrasi pengelolaan sampah.
“Keduanya merupakan prinsip dasar good governance. Tanpa itu, potensi terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin besar dan bisa merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah,” ungkapnya.
Sebagai upaya pencegahan, Oka mendorong Pemkot Cilegon untuk segera menetapkan regulasi yang tegas, termasuk sanksi yang menimbulkan efek jera, pengawasan ketat lintas lembaga, serta menjamin transparansi dalam setiap proses pengelolaan sampah.
“Pemerintah harus menciptakan sistem yang terbuka, adil, dan bebas dari diskriminasi. Ini penting agar praktik-praktik merugikan seperti di TPSA Bagendung tidak terus berulang,” pungkasnya. (red)
Leave a Reply