Pilihan Sulit Setelah Putusan MK, Perpanjang Jabatan atau Kosongkan DPRD?

banner 120x600
banner 468x60

CILEGON, BANTENHUB.ID – Putusan MK tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah menimbulkan kekhawatiran baru dalam sistem politik Indonesia saat ini.

Tubagus Iman Ariyadi menilai putusan MK telah menciptakan dilema, memperpanjang jabatan DPRD atau membiarkannya kosong hingga dua tahun lebih.

banner 325x300

“Kalau diperpanjang, itu menabrak konstitusi karena masa jabatan DPRD seharusnya lima tahun,” ujar Iman dalam podcast Celoteh Iffan Gondrong.

Namun jika DPRD dibiarkan kosong, maka fungsi kontrol anggaran, legislasi, dan pengawasan terhadap kepala daerah akan hilang sama sekali.

“Check and balances itu fondasi demokrasi, tanpa itu kekuasaan bisa disalahgunakan,” tegas Iman, doktor politik lulusan Universitas Indonesia ini.

Menurutnya, putusan MK membuka ruang tafsir hukum yang seharusnya ditindaklanjuti dengan regulasi teknis dari DPR dan pemerintah pusat.

Sayangnya, sampai saat ini DPR RI belum menentukan sikap final terkait bagaimana mengisi kekosongan jabatan legislatif selama transisi.

Siapa yang Berhak Duduk?

Ada wacana membentuk DPRD transisi, yang anggota-anggotanya ditunjuk melalui mekanisme internal partai politik, bukan lewat pemilu langsung.

Pertanyaannya: siapa yang berhak duduk? Mantan anggota DPRD atau caleg gagal yang sebelumnya masuk daftar calon tetap?

Iman menjelaskan semua opsi menyimpan risiko, baik secara politik, administratif, maupun konstitusional jika tidak dikaji matang.

 

Ia juga menyoroti perbedaan perlakuan antara kepala daerah dan DPRD, karena kepala daerah masih bisa dijabatkan sementara.

Sedangkan DPRD tidak mengenal istilah penjabat, dan hal itu belum diatur dalam kerangka hukum negara secara eksplisit.

Jika ini terus dibiarkan tanpa solusi, maka akan muncul ketimpangan fungsi pemerintahan di tingkat daerah selama masa transisi.

Iman mengkritik perubahan sistem pemilu yang selalu berubah, tanpa konsistensi dan evaluasi jangka panjang yang terstruktur.

“Kita pernah serentakkan pemilu demi efisiensi, sekarang melalui putusan MK justru kembali dipisahkan lagi,” ujarnya heran.

Ia menilai sistem politik seharusnya stabil, bukan terus dirombak tanpa mengukur dampaknya terhadap pelayanan publik dan demokrasi.

Menurutnya, rekayasa konstitusi harus diputuskan dengan hati-hati agar tidak melemahkan prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.

“Putusan MK kali ini menyisakan banyak pekerjaan rumah dan bisa memicu krisis kepercayaan publik,” pungkas Iman tegas. (red)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *