CILEGON, BANTENHUB.ID – Polemik Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMP tahun 2025 di Kota Cilegon kian memanas.
Setelah gelombang kekecewaan dari orang tua murid, kini giliran kalangan mahasiswa yang turun tangan menyuarakan protes atas dugaan kecurangan dalam proses seleksi.
Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) menilai sistem zonasi yang digunakan dalam SPMB 2025 cacat secara teknis dan sarat kepentingan.
Mereka menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk kasus siswa yang tinggal hanya 500 meter dari sekolah negeri namun tetap gagal diterima.
“Kami menyoroti ketidakadilan dalam proses seleksi. Rumah hanya 500 meter, tapi tidak diterima,” kata Sekjen IMC, Muhammad Bagus Adnan Arismawan, Kamis 26 Juni 2025.
“Sementara yang rumahnya lebih jauh malah lolos. Ini mengindikasikan adanya manipulasi zonasi,” tambahnya.
Menurut IMC, indikasi kecurangan tidak hanya pada zonasi, tetapi juga pada praktik titipan dan potensi jual beli kursi.
Kondisi ini dianggap merusak kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan di Kota Cilegon.
“Kami mencium adanya praktik titipan, bahkan dugaan jual beli kursi. Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi masalah integritas sistem,” tegas Bagus.
Pengawasan Lemah
IMC menilai lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Cilegon sebagai biang keladi munculnya praktik tidak sehat dalam proses SPMB tahun ini.
Dalam pernyataannya, IMC mendesak Pemerintah Kota Cilegon untuk segera melakukan evaluasi total terhadap sistem SPMB, termasuk membuka data pendaftar dan hasil seleksi ke publik secara transparan.
“Kami menuntut adanya audit menyeluruh terhadap proses SPMB. Data pendaftar dan hasil seleksi harus dibuka. Masyarakat punya hak untuk tahu,” ujar Bagus.
Tak hanya itu, mahasiswa juga mendorong dibentuknya kanal pengaduan publik yang bisa diakses secara terbuka dan ditindaklanjuti secara serius oleh pihak terkait.
“Kalau dibiarkan, pendidikan akan berubah jadi komoditas dan alat politik. Ini bahaya untuk masa depan anak-anak Cilegon,” imbuhnya.
IMC memastikan akan terus mengawal isu pendidikan di Cilegon dan tidak segan untuk turun ke jalan jika pemerintah tidak merespons secara serius.
“Kalau suara kami diabaikan, kami akan konsolidasi lebih besar. Ini soal keadilan dan hak anak-anak Cilegon untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan adil,” pungkas Bagus. (red)